HARI KEUANGAN DAN GEBRAKAN PURBAYA (Menata Fiskal di Tengah Transisi Politik)

Oleh:
Dr. H. Susilo Surahman, MCE.

Hari Keuangan bukan sekadar tanggal di kalender birokrasi. Ia adalah momen untuk merenungkan bagaimana negara mengelola amanah terbesar: uang rakyat. Di tahun 2025 ini, peringatan Hari Keuangan terasa berbeda. Di tengah transisi politik perpolitikan Indonesia, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa muncul sebagai sosok yang mengguncang lanskap fiskal nasional. Ia tidak datang dengan basa-basi, melainkan dengan gebrakan yang langsung menyentuh jantung keuangan negara.

Langkah pertamanya yang paling mencolok adalah memindahkan Rp200 triliun dana pemerintah dari Bank Indonesia ke bank-bank BUMN (Himbara). “Uang negara tidak boleh diam,” katanya dalam konferensi pers yang viral. Dana yang selama ini mengendap di rekening giro BI, kini dialirkan ke bank operasional agar segera digunakan untuk belanja dan pembangunan. Bagi Purbaya, uang negara harus bekerja, bukan tidur.

Tak berhenti di situ, ia juga menolak skema burden sharing antara BI dan pemerintah yang pernah digunakan saat pandemi. Alasannya jelas: menjaga independensi moneter dan menghindari inflasi jangka panjang. Di saat banyak pihak mendorong stimulus tambahan, Purbaya memilih jalan yang lebih konservatif namun berani: membiayai APBN tanpa intervensi bank sentral.

Gebrakan ketiganya menyentuh jutaan pelaku usaha kecil: penghapusan pajak e-commerce. Ia menyebut pajak digital yang dikenakan pada pedagang daring sebagai “pajak yang menyusahkan rakyat kecil.” Dalam satu kebijakan, ia menghapus beban yang selama ini dirasakan oleh UMKM digital, sekaligus mengirim sinyal bahwa fiskal harus berpihak.

Sebagai dosen yang mengamati kebijakan publik, saya melihat langkah-langkah ini bukan sekadar teknokratis, tapi juga ideologis. Purbaya mengusung semangat fiskal yang progresif—mengalirkan dana ke sektor riil, menjaga stabilitas moneter, dan melindungi pelaku usaha kecil. Ini adalah bentuk keberanian fiskal yang jarang kita lihat dalam birokrasi keuangan.

Hari Keuangan tahun ini menjadi titik balik. Ia mengajak kita untuk melihat keuangan negara bukan sebagai angka-angka di neraca, tapi sebagai instrumen keberpihakan. Di balik setiap rupiah APBN, ada harapan jutaan rakyat. Purbaya, dengan gaya ceplas-ceplos namun penuh perhitungan, mengingatkan kita bahwa fiskal bukan hanya soal efisiensi, tapi juga soal keadilan.

Di tengah ketidakpastian global dan transisi politik nasional, Indonesia menunjukkan bahwa keberanian fiskal bisa menjadi jalan pemulihan. Hari Keuangan 2025 bukan hanya peringatan, tapi panggilan: agar kita semua—akademisi, birokrat, dan masyarakat—mengawal keuangan negara yang adil, transparan, dan berpihak. Karena pada akhirnya, keuangan yang amanah adalah fondasi negara yang bermartabat. Selamat Hari Keuangan.