HARI JUANG KARTIKA TNI ANGKATAN DARAT
Oleh:
Dr. H. Susilo Surahman, S.Ag., M.Pd., MCE.
Beberapa hari terakhir, linimasa kita dipenuhi kabar duka dari tragedi kebakaran kantor Terra Drone Indonesia. Puluhan anak muda yang bekerja di ruang-ruang inovasi itu tak sempat menyelamatkan diri ketika api melahap gedung secara cepat. Peristiwa ini viral bukan hanya karena jumlah korban, tetapi karena ia menampar kesadaran kita tentang rapuhnya sistem keselamatan di tengah ambisi digitalisasi dan perlombaan teknologi. Di balik gedung-gedung modern dan jargon industri 4.0, kita masih sering abai pada hal paling mendasar: keselamatan manusia.
Di tengah suasana duka dan kegelisahan publik itu, bangsa ini memperingati Hari Juang Kartika TNI Angkatan Darat. Sebuah momentum yang lahir dari sejarah panjang Pertempuran Ambarawa—ketika TNI AD bersama rakyat mempertahankan republik dari ancaman kolonial. Nilai yang diwariskan dari peristiwa itu bukan sekadar keberanian mengangkat senjata, tetapi ketangguhan moral, disiplin, solidaritas, dan kemampuan bergerak cepat dalam situasi genting. Nilai-nilai itu terasa sangat relevan ketika kita menyaksikan tragedi yang seharusnya bisa dicegah, atau setidaknya ditangani dengan lebih sigap.
Dari sudut pandang saya, Hari Juang Kartika tahun ini harus dibaca sebagai ajakan untuk menegaskan kembali peran TNI AD sebagai penjaga ketahanan nasional yang adaptif. Ketahanan bangsa hari ini tidak hanya diuji oleh ancaman militer, tetapi juga oleh kelalaian industri, lemahnya mitigasi risiko, dan kurangnya budaya keselamatan. Tragedi Terra Drone menunjukkan bahwa ketahanan nasional bukan hanya soal teknologi canggih, tetapi soal karakter, disiplin, dan kesiapsiagaan—nilai yang selama ini menjadi inti pembinaan prajurit TNI AD.
Dalam banyak peristiwa, TNI AD telah hadir di garis depan operasi kemanusiaan: evakuasi bencana, penanganan kebakaran hutan, distribusi logistik, hingga pengamanan objek vital. Namun tantangan baru menuntut peran yang lebih strategis. Dunia industri membutuhkan mitra yang mampu membantu membangun standar keselamatan nasional. Pemerintah membutuhkan institusi yang dapat memperkuat sistem respons cepat. Masyarakat membutuhkan teladan disiplin dan tanggung jawab sosial. Di titik inilah nilai juang TNI AD menemukan relevansi barunya—bukan sebagai kekuatan yang berdiri terpisah, tetapi sebagai bagian dari ekosistem keamanan publik.
Namun narasi ini tidak hanya tentang institusi. Ia juga tentang manusia. Tentang para prajurit yang ditempa oleh disiplin, pengorbanan, dan kesetiaan pada tanah air. Tentang nilai juang yang mengajarkan bahwa perjuangan bukan hanya soal bertempur, tetapi bertahan ketika orang lain menyerah, bergerak ketika orang lain ragu, dan hadir ketika orang lain menjauh. Tragedi Terra Drone memperlihatkan sisi rapuh bangsa ini, tetapi nilai juang mengingatkan kita bahwa setiap luka adalah kesempatan untuk memperbaiki diri. Bangsa yang besar bukan bangsa yang bebas dari tragedi, tetapi bangsa yang belajar dari luka dan bangkit dengan lebih kuat.
Karena itu, Hari Juang Kartika harus menjadi pengingat bahwa kita membutuhkan budaya keselamatan nasional yang tidak bisa ditawar. Dunia industri harus menempatkan nyawa manusia di atas efisiensi dan ambisi teknologi. Pemerintah, TNI AD, dan masyarakat perlu membangun kolaborasi permanen dalam mitigasi risiko dan respons krisis. Dan setiap warga negara, apa pun profesinya, perlu menumbuhkan disiplin, empati, dan tanggung jawab sosial sebagai bagian dari nilai juang.
Ketika kita memperingati Hari Juang Kartika di tengah tragedi yang mengguncang, kita diingatkan bahwa perjuangan bangsa ini belum selesai. Ancaman mungkin berubah bentuk, tetapi kebutuhan akan ketangguhan tetap sama. Semoga nilai juang yang diwariskan para pendahulu—keteguhan, keberanian, dan solidaritas—menjadi cahaya yang menuntun kita melewati setiap krisis. Karena pada akhirnya, Indonesia hanya akan sekuat karakter manusianya. Dan karakter itu dibangun bukan pada hari-hari tenang, tetapi pada saat-saat ketika kita diuji. Selamat Hari Juang Kartika TNI Angkatan Darat.
